Syair ke-2 #Bait-bait syair yang dinisbatkan kepada seorang wanita yang ditinggal suaminya berjihad.
«تَطَاوَلَ هَذَا اللَّيْلُ وَاسْوَدَّ جَانِبُهْ … وَأَرَّقَنِي أن لَا خَلِيلَ أُلَاعِبُهْ»
“Malam ini begitu panjang dan gelapnya semakin menjadi-jadi… Rasa bosan telah menyiksaku karena tiada kekasih untuk kucumbu”.
Derajat : Dha’if (lemah).
Bait-bait syair ini memiliki sebuah kisah dibaliknya. Yaitu bahwa pada suatu malam Umar bin Khaththab h keluar untuk melihat kondisi rakyatnya yang sudah menjadi kebiasaannya. Kemudian ia mendengar seorang wanita mengumandangkan sebuah syair:
تَطَاوَلَ هَذَا اللَّيْلُ وَاسْوَدَّ جَانِبُهُ … وَأَرَّقَنِي أَنْ لَا خَلِيلَ أُلَاعِبُهُ
فَوَاللهِ لَوْلَا اللهُ أنِّي أُرَاقِبُهُ … لَحُرِّكَ مِنْ هَذَا السَّرِيرِ جَوَانِبُهُ
“Malam ini terasa begitu panjang dan gelapnya semakin menjadi-jadi…
…Rasa bosan telah menyiksaku karena tiada kekasih untuk kucumbu
Maka demi Allah jikalau bukan karena Allah yang aku takuti…
…Niscaya ujung-ujung ranjang ini akan bergoyang”.
Bait-bait syair ini juga diriwayatkan dengan lafaz-lafaz yang berbeda versi, diantaranya:
تَطَاوَلَ هَذَا اللَّيْلُ وَازْوَرَّ جَانِبُهُ … وَأَرَّقَنِي أَنْ لَا خَلِيلَ أُلَاعِبُهُ
أُلَاعِبُهُ طَوْرًا وَطَوْرًا كَأَنَّمَا … بَدَا قَمَرًا فِي ظُلْمَةِ اللَّيْلِ حَاجِبُهُ
يُسَرُّ بِهِ مَنْ كَانَ يَلْهُو بِقُرْبِهِ … لَطِيفُ الْحَشَا لَا يَحْتَوِيهِ أَقَارِبُهُ
فَوَاللهِ لَوْلَا اللهُ الذي لَا شَيْءَ غَيْرُهُ … لَنُقِّضَ مِنْ هَذَا السَّرِيرِ جَوَانِبُهُ
وَلَكِنَّنِي أَخْشَى رَقِيبًا مُوَكَّلًا … بِأَنْفُسِنَا لَا يَفْتُرُ الدَّهْرَ كَاتِبُهُ
مَخافَةُ رَبِّي والحَياءُ يصدني … وإكرام بَعْلِي أنْ تُنال مَراكِبُهُ
(terjemah)
Maka Umar h pun bertanya kepada putrinya, Hafshah i: “Berapa lama seorang istri bisa sabar ditinggal suaminya?”. Hafshah i pun menjawab: “Enam bulan”. Kemudian Umar h pun berkata: “Aku tidak akan menugaskan seorang pun dari prajurit melebihi waktu 6 bulan”.
Bait-bait syair ini disebutkan oleh Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubraa (9/50-51), Ibnu Katsir dalam Tafsirnya (1/541) pada ayat 226 Surah Al-Baqarah, Ibnul Jauzi dalam Siirah wa Manaaqib Umar bin Khaththab h hal. 69, dan As-Suyuuthi dalam Taariikh Khulafaa’ hal. 126.
Syair ini sanadnya terputus, karena jalur periwayatannya berasal dari Amr bin Dinar Al-Makki dari Umar bin Khaththab h. Sedangkan Amr bin Dinar Al-Makki tidak pernah mendengar dari Umar bin Khaththab, sehingga sanadnya munqathi’ (terputus). (Tahdzibut Tahdzib 8/25 ; Tuhfatut Tahshiil karya Al-Iraqi hal. 173).
Bait-bait syair tersebut juga telah diriwayatkan dari jalur-jalur lain yang semuanya tidak shahih.
Syair ini juga telah dinilai dha’if oleh:
- Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam “At-Talkhiish Al-Habiir” (3/219-220).
- Al-‘Alaa’ii dalam “Jaami’ut Ta’shiil” hal. 210.
.
Diterjemahkan dari Kitab “Is’aaful Akhyaar bimaa isytahara wa lam yashih min Al-Ahaadiits wal Aatsaar wal Qashash wal Asy’aar” ditulis oleh Muhammad bin Abdullah Bamusa