Bagian 24
PERUSAHAAN ASURANSI DAN WARGA NEGARA YANG RENTAN: KONSEP GHARAR (KETIDAKPASTIAN) DALAM ISLAM
Dari Abū Hurairah h bahwa Rasulullah ﷺ melarang transaksi yang ditentukan dengan lemparan batu, dan jenis transaksi yang mengandung ketidakpastian..
SAMA SEPERTI bab sebelumnya, pembahasan bab ini juga berkaitan dengan keuangan. Namun, fokusnya adalah pada bagaimana ketidakadilan terjadi pada atau akibat dari transaksi keuangan. Saya ingin memulai dengan memperkenalkan konsep gharar dalam Islam. Gharar berarti ketidakpastian, dan paling sering dibahas dalam diskusi tentang asuransi.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Islam memiliki sikap yang kuat terhadap riba, karena riba dan bunga menjadi alat bagi orang kaya untuk mengeksploitasi orang yang lemah dalam masyarakat. Kredit, atau pinjaman dalam Islam tidak dilakukan untuk kepentingan bisnis tetapi untuk amal dan untuk kepentingan orang lain. Tujuannya dalam Islam adalah untuk mengakhiri eksploitasi terhadap orang yang lemah dalam masyarakat dan untuk mengakhiri konsep maksimalisasi kekayaan (menghasilkan uang dari uang). Mengambil keuntungan dari orang lain karena kerentanan mereka sangatlah bertentangan dengan etika dan hukum Islam.
Rasulullah ﷺ melarang transaksi yang mengandung ketidakpastian, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abū Hurairah: Rasulullah ﷺ melarang transaksi yang ditentukan dengan lemparan batu, dan jenis transaksi yang mengandung ketidakpastian. (HR. Muslim).
Penggunaan kata gharar dalam bahasa Arab pada hadits ini berarti ketidakpastian yang bersifat mengelabui, atau ambiguitas pada tingkat yang tidak dapat diterima. Setelah larangan ribā, larangan gharar adalah perlindungan Islam yang paling penting terhadap ketidakadilan dalam transaksi bisnis. Larangan gharar adalah untuk meminimalisir penipuan dan kecurangan serta menghilangkan ketidakjelasan yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya perselisihan, dalam rangka mencegah dan melindungi masyarakat dari penipuan.
Terjemahan harfiah dari gharar adalah bahaya. Maksudnya adalah bahaya yang dapat menimbulkan kehancuran, risiko yang berlebihan, penipuan dan ketidakpastian. Dalam istilah keuangan, gharar mengacu pada penipuan dengan bentuk ketidakpastian dan baik pembeli maupun penjual dapat menjadi pihak yang terlibat di dalamnya; pembeli dilarang untuk melakukan transaksi yang tidak sepenuhnya mereka yakini. Ibnu Taimiyyah r menjelaskan bahwa gharar adalah ketika seseorang tidak mengetahui apa yang akan terjadi pada akhir perdagangan, hal ini mirip dengan perjudian karena melibatkan kontrak yang mengandung risiko yang berlebihan. Ini adalah kombinasi dari pengambilan risiko dan pengambilalihan harta milik salah satu pihak oleh pihak lain. Hal ini menimbulkan pertanyaan karena setiap transaksi bisnis mengandung risiko, lalu bagaimana hal ini dapat diterapkan? Islam menetapkan tanggung jawab kerugian pada kedua belah pihak agar menjadi transaksi yang sah, oleh karena itu risiko selalu ada tetapi Islam mengharuskan kedua belah pihak untuk berbagi risiko tersebut secara merata. Harus ada kejelasan dan definisi yang jelas dalam persyaratan transaksi dan beban risiko tidak boleh hanya pada satu pihak saja.
Ketika mempertimbangkan apa yang dapat disebut sebagai gharar dalam hal transaksi bisnis, bisa jadi ada ketidakpastian dalam nilai sebenarnya dari suatu barang. Bisa juga terdapat ketidakpastian mengenai waktu pembayaran, misalnya pembayaran yang ditangguhkan, atau kualitas atau kuantitas sesuatu. Rasulullah ﷺ melarang pembelian buah-buahan sebelum matang, dan beliau juga melarang pembayaran di muka untuk ikan karena Anda perlu melihat apa yang tertangkap di jaring sebelum Anda dapat membelinya. Mungkin juga ada ketidakpastian tentang keberadaan sesuatu seperti hewan yang belum lahir, karena tidak ada jaminan bahwa kehamilan akan berlanjut, atau apakah anak hewan tersebut akan dilahirkan dalam keadaan hidup. Ada hadits-hadits khusus yang merinci larangan-larangan ini karena seperti halnya setiap masyarakat, bangsa Arab juga memiliki skema yang sangat unik yang mengarah pada distribusi kekayaan dengan cara yang tidak adil.
Ketidakpastian dalam kepemilikan, ketersediaan, dan pengiriman adalah masalah di zaman modern, hampir semua hal saat ini bergantung pada penjualan sesuatu yang tidak sepenuhnya kita miliki; terutama yang menjual barang dalam jumlah besar. Secara teknis, Anda tidak dapat menjual sesuatu yang tidak Anda miliki; itu tidak diperbolehkan (ḥarām). Namun, para ulama telah berbicara tentang apakah larangan tersebut terkait dengan kepemilikan barang atau karena ketidakpastian apakah Anda akan mampu menyediakannya. Ada perbedaan di antara keduanya, dan ibn Qayyim mengatakan bahwa jika tidak ada keraguan dalam hal kemampuan untuk menyerahkannya, maka tidak ada larangan. Namun, jika Anda membeli sesuatu dari seseorang yang Anda kira dia memilikinya atau mampu menyerahkannya, namun pada kenyataannya dia tidak mampu, maka hal itu mengandung unsur penipuan sehingga hukumnya haram.
Ada gharar yang dapat diterima dan ada gharar yang tidak dapat diterima. Kita tidak bisa menjual ponsel kepada seseorang tanpa memberi tahu modelnya – ini tidak bisa diterima. Kita harus sespesifik mungkin ketika menjual sesuatu kepada seseorang. Namun, ketika membeli ponsel dari toko, mungkin saja barang yang Anda beli telah rusak dalam perjalanan, itu adalah tingkat ketidakpastian yang dapat diterima dan pada kenyataannya tidak dapat dihindari; yang dilarang adalah penipuan secara sengaja. Ada tiga aturan dalam gharar:
1. Tingkat ketidakpastiannya harus signifikan sehingga membuatnya tidak dapat diterima. Ibnu Qayyim mengatakan bahwa jika ketidakpastiannya sedikit, atau tidak dapat dihindari, maka tidak mempengaruhi keabsahan kontrak.
2. Ketidakpastian harus ada pada objek akad itu sendiri. Jika ada ketidakpastian tentang manfaat tambahan atau bonus, maka hal itu tidak mempengaruhi keabsahannya. Sebagai contoh, kita dapat membeli sebuah pohon, tetapi mungkin saja pohon tersebut akan menghasilkan buah atau tidak, yang berarti terdapat ketidakpastian (gharar), tetapi penjualan pohon tersebut tidak dilarang.
3. Kontrak tersebut tidak boleh didasarkan pada kebutuhan. Ibnu Taimiyyah r mengatakan bahwa bahaya dalam ketidakpastian (gharar) lebih kecil daripada bunga dan rente (ribā), sehingga dapat diterima dalam kasus-kasus yang membutuhkan. Di Amerika, asuransi kesehatan diperbolehkan karena orang-orang tidak akan mampu untuk berobat tanpa adanya asuransi. Di negara lain seperti Inggris, asuransi mobil diperbolehkan karena akan dianggap melanggar hukum jika mengemudi tanpa asuransi.
Hal ini membawa kita kembali ke topik yang lebih luas tentang keadilan sosial dan bagaimana asuransi berdampak pada hal tersebut dengan mengingat bahwa tujuan Islam adalah untuk mengakhiri eksploitasi. Islam memiliki beberapa model yang paling inovatif dalam hal ini yang berasal dari Nabi Muhammad ﷺ; mengumpulkan sumber daya dan saling bekerja sama adalah bagian dari Islam. Salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Abū Mūsā al-Asy’arī mengatakan bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda: Ketika suku Ash’arī melakukan ekspedisi dan kehabisan persediaan makanan, atau makanan menjadi langka untuk keluarga mereka di Madinah, mereka mengumpulkan semuanya ke dalam satu wadah dan kemudian membaginya secara merata di antara mereka sendiri. Nabi ﷺ juga bersabda, Mereka berasal dariku dan aku berasal dari mereka. (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah ﷺ memuji ide mereka untuk mengumpulkan sumber daya untuk menjaga semua orang, atau mengelola sumber daya sehingga jika ada anggota suku yang mengalami kesulitan, mereka dapat membantu orang tersebut. Jaminan yang bersifat kerjasama diperbolehkan dan dipuji dalam Islam. Kita dapat menemukan contoh-contohnya seperti ketika umat Islam mulai melakukan perjalanan melalui laut dan memiliki jenis asuransi kapal; mereka mengumpulkan uang mereka sebelum memulai perjalanan mereka sehingga jika kapal seseorang rusak, ada cukup uang untuk memperbaikinya.
Ketika terjadi bencana alam atau keadaan yang tidak terduga, kas negara akan digunakan. Konsep jaminan sosial pemerintah sudah ada pada masa awal Islam; menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menjaga warganya pada saat dibutuhkan. Tidak ada keuntungan yang diperoleh dari asuransi tersebut, karena tujuan utamanya adalah untuk menyatukan dan memberi manfaat bagi masyarakat. Asuransi dibolehkan jika perusahaan asuransi memberikan bagi hasil, bukan jumlah yang tetap. Harus ada partisipasi bersama dalam asuransi agar dapat dibolehkan dan bermanfaat.
Jika kita melihat bagaimana berfungsinya perusahaan asuransi saat ini dengan tujuan untuk memahami bagaimana sistem ini pada dasarnya tidak adil, dari jumlah yang diserahkan secara kolektif kepada perusahaan asuransi, hanya kurang dari tiga persen yang dikembalikan kepada mereka yang membayar. Perusahaan asuransi mengambil keuntungan dari kerentanan masyarakat, sementara ada kelompok-kelompok lobi yang memastikan bahwa model-model ini tetap ada. Sifat kompetitif dari industri ini memastikan bahwa mereka menggunakan cara-cara untuk menaikkan premi dan memaksa orang untuk membayar premi yang lebih tinggi, namun hanya mengembalikan sebagian kecil dari uang tersebut. Kelebihan uang tersebut adalah ribā, dan juga gharar karena ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi, dan kemungkinan besar sebagian besar uang tersebut tidak akan kembali kepada pemegang polis. Uang tersebut beredar di antara perusahaan dan para direkturnya, dan mereka yang kaya menjadi semakin kaya dengan mengambil keuntungan dari kerentanan orang lain.
Agar satu orang mendapatkan keuntungan finansial, orang lain harus mengalami kerugian finansial, dan hal ini dicapai melalui jual beli ketidakpastian. Asuransi saat ini bisa dianggap sama saja, atau bahkan lebih buruk, dari perjudian. Setidaknya dalam perjudian ada kemungkinan Anda akan mendapatkan lebih banyak, tetapi dengan asuransi, yang paling Anda dapatkan adalah penggantian. Selain itu, hal ini menciptakan suasana penipuan dengan tujuan utama perusahaan asuransi adalah untuk tidak membayar pemegang polis.
Perusahaan asuransi meneliti klaim dan kondisi hingga tingkat yang sangat tinggi dan dalam banyak kesempatan menolak bantuan atau manfaat bagi mereka yang berhak mendapatkannya. Banyak orang yang membayar sekian banyak uang untuk polis asuransi ini, terkubur di bawah utang, tetapi tidak mendapatkan kompensasi yang sah untuk hal-hal yang seharusnya dijamin. Lalu ada juga orang-orang yang menipu perusahaan asuransi dengan memalsukan klaim mereka dan menerima pembayaran yang bukan hak mereka. Ada kecurangan dan kebohongan dari kedua belah pihak, dan tidak ada yang dibenarkan.
Kelemahan utama dari perusahaan asuransi dan kebijakan mereka adalah bahwa mereka menciptakan ketidakadilan sosial yang besar. Banyak permainan yang dimainkan oleh orang-orang untuk memastikan bahwa mereka tidak mendapatkan hasil yang lebih buruk. Menjadi penting bagi kita sebagai Muslim untuk menyadari bahwa masalah ini menjadi lebih dari sekadar apa yang diperbolehkan atau dilarang pada tingkat individu, menjadi apa yang menciptakan ketidakadilan dan kesulitan dalam masyarakat secara keseluruhan. Islam menawarkan alternatif yang nyata dengan asuransi kerjasama, dimana orang-orang berkumpul untuk saling menjaga satu sama lain. Skema asuransi semacam itu dapat diimplementasikan pada tingkat komunitas yang luas, atau di antara sekelompok keluarga, atau bahkan oleh sekelompok kecil teman. Karena tidak ada eksploitasi terhadap orang lain dan tidak ada keuntungan yang didapat, maka model asuransi Islam ini merupakan solusi yang tepat. Islam mendorong agar konsekuensi dari kesulitan dibagi di antara masyarakat. Negara-negara seperti Kuwait dan Malaysia sedang mencoba untuk membuat model keuangan atau asuransi Islam di mana jumlah yang tersisa di akhir tahun dikembalikan kepada pemegang polis; tidak ada keuntungan dalam sistem ini sehingga dorongan untuk melakukan eksploitasi menjadi sangat berkurang.
Model asuransi Barat memiliki pembayaran tetap untuk hasil yang tidak pasti, ketidakpastian itulah yang menjadi masalah; Islam bertujuan untuk menghilangkan ketidakpastian tersebut. Asuransi bersama adalah bentuk yang paling dekat dengan model Islam; mungkin tidak sempurna, tetapi mereka sangat berbeda dengan perusahaan asuransi pada umumnya dan lebih dekat dengan apa yang diizinkan oleh Islam. Tujuan mereka lebih dekat dengan niat untuk menjaga orang lain.
Garansi adalah topik lain yang harus kita perhatikan karena begitu seringnya di masyarakat saat ini. Sangat mungkin bahwa produk yang kita beli akan disertai dengan garansi dan para ulama telah mengatakan bahwa garansi diperbolehkan karena gharar adalah kualitas sekundernya. Kualitas pertama dari garansi adalah bahwa perusahaan atau penjual menjamin fungsionalitas produk dengan memperbaiki masalah apa pun dengan produk tersebut atau menggantinya. Namun, poin yang membuat garansi tidak diperbolehkan adalah bahwa kita tidak boleh membeli garansi dari pihak ketiga karena penyedia garansi pihak ketiga bukanlah penjual produk.
Takāful (kesepakatan bersama dan kerja sama) di banyak negara Islam meniru asuransi komersial dan sifatnya, namun mengemasnya kembali untuk membodohi orang-orang agar dapat diterima, padahal sebenarnya adalah industri bernilai miliaran dolar. Sangat disayangkan bahwa perusahaan-perusahaan asuransi di negara-negara Islam ini mempertahankan esensi dari asuransi komersial dan mengambil keuntungan darinya, sementara mereka yang membutuhkan menderita kerugian. Kutipan yang bagus dari Joe Bradford mengenai hal ini dalam “Fatwāh and its Role in Regulatory Capture” adalah, “Apa yang dibutuhkan bukanlah lebih banyak Islamisasi, tetapi penggunaan hukum Islam yang lebih baik untuk menciptakan pasar yang setara, jujur, dan adil bagi semua pemangku kepentingan”. Hal ini seharusnya tidak berakhir pada pergeseran atau pengemasan ulang agar terlihat diperbolehkan pada nilai nominalnya, tetapi fokusnya harus pada pemenuhan nilai-nilai etika yang telah diajarkan Islam sejak awal. Fokusnya haruslah untuk melindungi mereka yang rentan dalam komunitas kita dan bukannya mengeksploitasi mereka seperti yang dilakukan oleh model-model komersial saat ini.
Semoga Allah melindungi kita dari melakukan atau terjerumus ke dalam transaksi yang mengandung ketidakpastian yang menipu (gharar), dan semoga Allah membantu kita untuk membantu mereka yang membutuhkan di komunitas kita. Semoga Allah mengizinkan kita untuk menciptakan alternatif Islam yang benar yang akan bermanfaat bagi semua orang. Āmīn.
__________________
Diterjemahkan dari buku “40 on Justice – The Prophetic Voice for Social Reform ” oleh Omar Suleiman