Wanita memang Istimewa. Banyak hal telah Rasulullah wasiatkan kepada mereka -yang tidak diwasiatkan kepada lelaki. Tentu saja hal ini sebagai bentuk penghormatan dan perlindungan kepada mereka yang secara fitrah jelas berbeda dengan laki-laki.
“Wahai muslimah, tinggallah di rumah”
Allah memerintahkan istri-istri Nabi dan istri-istri kaum muslimin secara umum untuk menetap di rumah. Allah berfirman:
﴿ وَقَرْنَ فِيْ بُيُوْتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْاُوْلٰى ﴾
“Dan hendaklah kamu tetap tinggal di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu”. (Al-Ahzâb: 33).
Menetap di Dalam Rumah
وَقَرْنَ
Sebagian ahli qira’ah Madinah dan sebagian kalangan Kufah membaca “waqarna“, yang artinya, hendaklah kamu tetap tinggal di rumah tanpa beralih dan berpindah.
Sementara itu, sebagian ahli qira’ah Kufah dan Basrah membaca “waqirna“, yang artinya, jadilah wanita yang tenang.
Satu ayat bila diriwayatkan dengan beberapa model bacaan maka masing-masing bacaan memiliki makna dan hukum tersendiri. Syaikhul Islam lbnu Taimiyah berkata, “Bacaan-bacaan dengan makna yang berbeda ini semuanya benar dan setiap bacaannya sama seperti ayat tersendiri. Semuanya wajib diimani dan makna yang terkandung wajib diikuti, baik secara ilmiah maupun amaliah. Salah satu petunjuk tidak boleh ditinggalkan dan memilih yang lainnya.” (Majmú’ Al-Fatâwâ: XIII/391).
Berdasarkan penjelasan ini, bacaan “waqarna” mengungkapkan kondisi atau cara wanita saat berada di rumah. Artinya, wanita hendaknya selalu berada di rumah dengan perasaan tenang, tanpa merasa risau dan berkeluh kesah. Sementara itu, bacaan “waqirna” menunjukkan ketenangan ketika seorang wanita menetap di dalam rumah. Andai kata yang disebut “ilzamna,” “ihtabisna,” atau “ibqaina,” kata-kata ini bermakna menetap di rumah, tapi tidak menunjukkan arti ketenangan dan kelegaan.
Penyandaran Rumah kepada Wanita
Demikianlah kondisi rumah bagi wanita dalam tinjauan syariat. Susunan ayat menekankan agar wanita selalu tinggal di rumah. Hal ini sebagaimana yang ditunjukkan dalam kalimat selanjutnya:
فِيْ بُيُوْتِكُنَّ
Kalimat ini dalam bahasa Indonesia berarti, “Di rumah kalian.”
Dalam ayat tersebut tidak disebutkan di rumah saja, tetapi di rumah kalian. Allah menyandarkan kata rumah kepada para wanita sebagai bentuk kepemilikan. Meski rumah adalah kepunyaan suami atau dikontrak oleh suami, tetapi hak tinggal dan nafkah istri menjadi tanggungan suami. Penyandaran ini, secara khusus mengisyaratkan bahwa wanita harus tinggal di rumah karena ayat di atas memosisikannya sebagai pemilik rumah. Penyandaran seperti ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara wanita dan rumah.
Menurut penulis, inilah inti yang dijelaskan oleh Imam Al-Bukhari dengan menyebutkan bab yang berkenaan dengan ayat di atas.
Dalam dua ayat berikut:
وَقَرْنَ فِيْ بُيُوْتِكُنَّ
“Dan hendaklah kamu tetap tinggal di rumahmu” (Al-Ahzab: 33),
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَدْخُلُوْا بُيُوْتَ النَّبِيِّ اِلَّآ اَنْ يُّؤْذَنَ لَكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah nabi kecuali bila kamu diizinkan” (Al- Ahzab: 53).
Al-Bukhari menjelaskan bahwa pada dasarnya, rumah-rumah tersebut adalah milik Nabi, “Janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi”. Namun, dalam firman-Nya, “Dan hendaklah kamu tetap tinggal di rumahmu,” rumah-rumah tersebut disandarkan kepada istri-istri beliau untuk menunjukkan makna di atas.
Penyandaran rumah kepada wanita disebutkan empat kali dalam Al-Qur’an, berdasarkan urutan mushaf. Ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut:
- Surat Yûsuf ayat 23
﴿وَرَاوَدَتْهُ الَّتِيْ هُوَ فِيْ بَيْتِهَا عَنْ نَّفْسِه … ﴾
“Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya)”.
- Surat Al-Ahzāb ayat 33
﴿ وَقَرْنَ فِيْ بُيُوْتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْاُوْلٰى ﴾
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu.”
- Surat Al-Ahzâb ayat 34
﴿وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلٰى فِيْ بُيُوْتِكُنَّ ﴾
“Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu.”
- Surat Ath-Thalâq ayat 1
﴿ لَا تُخْرِجُوْهُنَّ مِنْ بُيُوْتِهِنَّ ﴾
“Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka.”
Ada ayat lain yang tidak menyandingkan rumah kepada wanita, yaitu firman Allah,
﴿وَالّٰتِيْ يَأْتِيْنَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِّسَاۤىِٕكُمْ فَاسْتَشْهِدُوْا عَلَيْهِنَّ اَرْبَعَةً مِّنْكُمْ ۚ فَاِنْ شَهِدُوْا فَاَمْسِكُوْهُنَّ فِى الْبُيُوْتِ حَتّٰى يَتَوَفّٰىهُنَّ الْمَوْتُ اَوْ يَجْعَلَ اللّٰهُ لَهُنَّ سَبِيْلًا ﴾
“Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya” (An-Nisa: 15).
Allah tidak menyebut “rumah mereka”, mungkin salah satu sebabnya adalah karena wanita yang bersangkutan telah berbuat selingkuh serta tidak menjaga kemuliaan dan kesucian rumahnya, sehingga tidak berhak disandingkan padanya.
Larangan Berhias
Larangan berhias sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Ahzab ayat 33 menguatkan bahwa wanita harus tinggal di rumah.
Firman Allah:
وَلَا تَبَرَّجْنَ
“Dan janganlah kamu berhias” ini disebutkan setelah firman Allah, “Dan hendaklah kamu tetap tinggal di rumahmu”, (AI-Ahzâb: 33).
Seorang wanita yang tidak mau menetap dan sering bepergian tanpa alasan syar’i seakan menjadi alasan untuk berhias dan menampakkan perhiasannya kepada lelaki.
Kesimpulannya, susunan ayat tersebut mengandung tiga konteks kalimat yang mendorong wanita untuk tetap tinggal di rumah. Pertama, diungkapkan dengan kata “menetaplah” yang mengandung makna keleluasaan, santai, dan ketenangan. Kedua, rumah disandarkan kepada para wanita sebagai isyarat adanya ikatan erat antara wanita dan rumah. Ketiga, larangan berhias karena pada umumnya wanita berhias ketika hendak meninggalkan rumah. Tidak menetapnya wanita di rumah seakan telah menjadi salah satu alasan logis yang mendorong wanita untuk berhias.
Melalui uraian di atas, menetap di rumah merupakan suatu keharusan yang harus diperhatikan oleh kaum wanita. Para wali berkewajiban mengingatkan dan memerintahkan wanita agar selalu berada di rumah.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari bahwa Aisyah pernah berkata, “Suatu ketika Saudah keluar –setelah hijab diberlakukan– untuk suatu keperluan. la adalah wanita berpostur besar dan tidak samar bagi yang mengenalinya.” Umar bin Khaththab melihatnya kemudian berkata, “Hai Saudah, demi Allah kau tidaklah samar bagi kami mengapa engkau keluar rumah?” Saudah ketika itu langsung pulang.
“Rasulullah berada di kediamanku. Beliau tengah makan malam dan sedang memegang tulang yang ada sisa dagingnya”, kata Aisyah.
Saudah mengadu, “Wahai Rasulullah, saya pergi untuk suatu keperluan lalu Umar berkata kepadaku begini dan begitu”. Aisyah berkata, “Kemudian Allah menurunkan wahyu kepada beliau, setelah itu wahyu diangkat, sedangkan tulang di tangan beliau masih tetap ada. Beliau bersabda,
إِنَّهُ قَدْ أُذِنَ لَكُنَّ أَنْ تَخْرُجْنَ لِحَاجَتِكُنَّ
“Sesungguhnya kalian telah diizinkan keluar untuk memenuhi keperluan kalian”. (HR Bukhari: 4795 dan Muslim: 2170).
Sabda Nabi, “Sesungguhnya kalian telah diizinkan keluar untuk keperluan kalian”, menunjukkan izin keluar rumah terikat dengan adanya keperluan. Apabila tidak diperlukan, wanita tidak diperkenankan keluar rumah. Sabda ini menjelaskan bahwa tempat wanita adalah di dalam rumah. Wanita boleh meninggalkan rumah dalam batas kebutuhan yang diizinkan syariat.
Mengapa harus menetap?
Menetap di rumah bagi wanita memiliki manfaat yang besar, baik bagi pribadi maupun untuk keluarga dan masyarakat sekitarnya. Manfaat tersebut antara lain:
- Sebagai wujud ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan itu akan mendatangkan ridha dan pertolongan Allah.
- Fokus dalam melayani suami. Seorang wanita akan lebih memahami apa yang membuat suaminya senang dan apa yang membuatnya marah. la akan lebih mudah menunaikan kewajiban sebagai seorang istri dalam melayani suaminya.
- Berkonsentrasi dalam mengasuh dan mendidik anak. la tidak mengalihkan tugas mulia ini kepada pembantu.
- Lebih cermat dan tanggap dalam memahami kebutuhan rumah tangga. la bisa lebih menjaga kebersihan dan kesucian rumah serta memeliharanya.
- Menjaga waktu yang merupakan sesuatu yang paling berharga. Waktu adalah umur. Siapa saja yang menjaga waktu, berarti ia telah menjaga umurnya. Sebaliknya, siapa yang menyia-nyiakan waktu, berarti ia menyia-nyiakan umurnya. Waktu yang ada, bisa dimanfaatkan untuk membaca atau mendengarkan kajian yang bermanfaat. Dengan demikian, keimanan dan keilmuannya akan meningkat.
- Terhindar dari keletihan fisik akibat keluar rumah dan bepergian.
- Menjadi teladan yang baik bagi kerabat dan tetangga wanita yang lain. Hal ini akan membawa manfaat dan pahala bagi yang bersangkutan.
Menetap di rumah akan menjaga agama dan kehormatan seorang wanita. Dengan menetap, wanita akan aman dari ancaman pelecehan seksual di luar rumah, baik berupa pandangan lelaki iseng, perkataan kotor, maupun dari berdesak-desakan di jalan. Selain itu, juga dengan bentuk pelecehan yang lebih parah sebagaimana yang hari ini marak menimpa kaum wanita di tempat-tempat umum.
Wallahu a’lam bish shawaab.
(disarikan dari Buku “40 Hadits Wanita” oleh Syaikh Muhammad Asy-Syarif)